Manusia dan Gas Gas Rumah Kaca
Efek rumah kaca terjadi ketika energy dari sinar matahari
tiba di permukaan bumi, dan menghangatkan bumi. Ketika itu, permukaan bumi akan
menyerap panas, namun sebagian panas memantulkan sisanya kembali.
Planet
bumi yang kini di huni oleh tujuh miliar manusia ini, merupakan satu satunya
planet yang sangat ideal untuk kehidupan. Suhu rata rata global bumi adalah 15o
C. Kondisi ini terjadi karena bumi dilapisi atmosfer yang ideal. Atmosfer
yang letaknya di tepi permukaan bumi adalah ibarat selimut. Lapisan yang berada
di kulit terluar bumi berasal dari gas yang sering disebut ‘gas gas rumah kaca’
(GRK) dalam konsentrasi memadai. Gas rumah kaca yang tetap memelihara
nkehidupan tersebut merupakan ‘selimut’ yang selalu menghangatkan.
Pemanasan
global terjadi akibat gas gas rumah kaca (GRK) semakin hari semakin menumpuk
dan mempertebal selimut bumi tersebut. Kenaikan konsentrasi gas gas rumah kaca
akan membuat selimut bumi bertambah tebal dan panas yang seharusnya keluar dari
atmosfer sebagian lebih banyak tertangkap dan kembali lagi ke bumi. Ibarat
berada di dalam rumah kaca, bumi akan mengalami kenaikan suhu akibat banyaknya
panas yang berasal dari sinar matahari terperangkap oleh selimut atmosfer yang
semakin tebal oleh penumpukan gas gas rumah kaca.
Lebih
jelasnya Efek rumah kaca terjadi ketika energy dari sinar matahari tiba di
permukaan bumi, dan menghangatkan bumi. Ketika itu, permukaan bumi akan
menyerap panas, namun sebagian panas memantulkan sisanya kembali. Tidak semua
panas menghilang, karena sebagian sisanya terperangkap di atmosfer bumi.
Banyaknya panas yang tertangkap ini adalh akibat menumpuknya gas gas rumah kaca
antara lain uap air, karbondioksida, dan metana yang menjadi ‘selimut’ sehingga
sukar tembus. Kondisi inilah yang mengakibatkan permukaan bumi semakin panas.
Analoginya adalah seperti kita tidur dengan selimut tanpa pendingin udara.
Semakin tebal selimutnya, akan semakin panas suhu yang kita rasakan.
Enam
jenis gas rumah kaca (GRK) yang dapat menimbulkan pemanasan global dan
dibicarakan di UNFCCC adalah: karbon dioksida (CO2), metan (CH4),
nitrat dioksida (N2O), dan gas gas yang mengandung flour, seperti sulphur hexaflourida (SF6), hydroflourocarbon (HFCs), dan perflourocarbon
(PFCs). Dari keenam gas gas ruamh kaca tersebut, karbon dioksida mengambil
porsi sebesar 75%. Oleh karena itulah maka jumlah GRK selalu disetarakan dengan
kandungan CO2 yang ada di atmosfer. Ke-enam jenis gas rumah kaca
tersebut mempunyai daya potensi penyebab pemanasan global (global warming potensial-GWP) yang berbeda-beda. Karbon dioksida,
walaupun jumlahnya paling banyak, ternyata adalah gas rumah kaca (GRK) dengan
daya potensi penyebab pemanasan global terendah di bandingkan dengan lima GRK
lainnya. Jika membandingkan Karbon dioksida GWP = 1, maka metana mempunyai GWP
sebesar 21. Berarti 1 ton metana mempunyai potensi penyebab pemanasan global 21
kali lebih kuat dari pada 1 ton Karbon dioksida. Ini juga berarti bahwa
mengurangi emisi gas metana sebanyak 1 ton setara mengurangi gas karbon
dioksida sebanyak 21 ton.
Singkatnya,
dalam bahasa sederhana, sesungguhnya pemanasan global terjadi akibat proses
penebalan atmosfer di permukaan bumi dikarenakan konsentrasi gas gas rumah kaca
yang terus bertambah akibat ulah manusia dan menjadi polusi yang terus
membumbung ke udara. Sayangnya, kegiatan manusia yang dianggap menjadi biang
keladi pemanasan global tersebut merupakan peluang vital di zaman modern ini,
misalnya pembangkit energy listrik, industry, pertanian, pemanfaatan hutan dan transportasi.
Komentar
Posting Komentar