Contoh Kasus Struktur Organisasi
Struktur Organisasi untuk
Manajemen Talenta
Situasi:
Banyak
organisasi memperkenalkan strategi manajemen talenta dengan menempelkannya
pada struktur yang sudah ada dalam organisasi. Studi kasus ini
menggambarkan suatu pendekatan di mana strategi manajemen talenta menjadi
bagian integral dari struktur organisasi dan menjadi basis bagi pengembangan strateginya.
Dalam
kasus ini perusahaan menginginkan secepatnya karyawan bertanggung jawab memberi
laba nyata bagi perusahaan. Apabila berhasil, setelah kemampuan karyawan
berkembang, perusahaan memberi tanggung jawab yang lebih besar lagi. Falsafah
pengembangan tanggung jawab ini digabungkan dengan konsep yang disebut sebagai
“fully burdened profit center”.
Dalam
konsep ini, profit center menanggung biaya langsung plus biayaoverhead korporat
yang dialokasikan kepada profit center tersebut. Biaya overhead tersebut,
bersama dengan pendapatan yang dihasilkan masing-masing profit center, digunakan
untuk menghitung posisi laba rugi bulanan. Hasil kumulatif profit center dalam
suatu divisi menghasilkan laba rugi divisi dan kumulatif laba rugi divisi
menghasilkan laba rugi Grup.
Isu
Utama
Isu utama dalam pendekatan
ini adalah sebagai berikut:
Pengalokasian
biaya overhead dan biaya tidak langsung secara adil pada
masing-masing profit center.
Pengembangan
sistem pelaporan dan prakiraan (forecasting) pada level pelaporan yang paling
rendah dan yang akan memungkinkan agregasi (penggabungan) dalam divisi dan
sampai level Grup.
Perekrutan,
pengembangan dan pelatihan staf yang mampu bekerja dalam struktur ini dan
berjuang dalam budaya ini.
Pengembangan
proses perencanaan tahunan yang efektif yang merupakan kombinasi parameter dari
bawah ke atas (bottom-up) dan dari atas ke bawah (top-down) di mana
sasaran bisnis pusat laba diasimilasikan ke dalam rencana dan sasaran
pertumbuhan Grup.
Cara-cara penanganan beberapa
isu tersebut akan dibahas di bagian berikut.
Masalah
Tantangan
utama yang dihadapi oleh perusahaan ini adalah bagaimana mengalokasikan biaya overhead grup
kepada masing-masing profit center secara adil. Grup memiliki biaya
langsung dan tidak langsung yang menjadi biaya overhead yang harus
dialokasikan ke profit center di setiap divisi. Biaya overhead
group mencakup biaya administrasi keuangan dan gedung, biaya SDM grup,
biaya pemasaran grup, biayamanaging director grup, dan biaya managing
director divisi-divisi. Semua biaya ini merupakan 50% dari overhead keseluruhan.
Selain itu, masih ada biaya overhead dari biaya tidak langsung,
seperti biaya sewa gedung, biaya penerangan, telepon, peralatan kantor, dan
biaya operasional langsung.
Pendekatan
ini mendorong para manajer profit center untuk mengkaji kembali laba
yang dibuatnya dengan mempertimbangkan biayaoverhead grup yang harus
ditanggung. Program imbal jasa dan penghargaan mereka didasarkan pada
pencapaian target laba yang dibuat setelah menanggung overhead Grup.
Penulis
studi kasus ini, saat ini menjadi eksekutif senior perusahaan ini. Dia
menceriterakan betapa terbukanya diskusi pada proses perencanaan tahunan di
mana overhead grup digabungkan dan kemudian dialokasikan ke
masing-masing pusat laba.
Direktur
Pemasaran Grup harus mengukur kontribusinya dan pendapatan yang akan
diperolehan dari anggaran promosi Pemasaran Grup. Pertanyaan yang sama muncul
terhadap fungsi Keuangan Grup dan fungsi SDM Grup. Kombinasi check and
balance, bersama dengan transparansi proses, merupakan bagian dari program
pengembangan talenta. Manajer pada profit center yang ambisius, akan
termotivasi untuk menunjukkan kemampuannya menghasilkan laba yang tinggi, terus
mengawasi pengeluaran yang tidak memberi kontribusi nyata pada laba atau yang
mengganggu kemampuannya menghasilkan laba yang ditargetkan.
Salah
satu komentator eksternal berpendapat bahwa perusahaan tersebut seperti perahu
yang ‘dapat pergi ke mana saja untuk mendapatkan uang tanpa membawa beban.”
Tantangan
serius yang kedua adalah untuk menemukan keseimbangan antara mental ‘robber
baron’ dengan etos ‘good for the Group‘.
Inti
dari tantangan ini adalah aspek tersembunyi lain dari strategi manajemen
talenta, yaitu mendapatkan dan mengembangkan karyawan yang berkinerja tinggi.
Pada
level profit center, manajer pusat laba berupaya menarik dan
mempertahankan orang-orang yang memiliki kemampuan tinggi untuk menghasilkan
laba. Semangat tim yang kuat ditumbuhkan dan dikembangkan, dan jika tim
berhasil mencapai target, semangat kerja menjadi tinggi dan etos kerja
berkembang.
Meskipun
semangat dan etos kerja ini diharapkan, ada juga sisi negatifnya. Salah satunya
adalah ‘nuansa perang’ di mana unit laba yang satu dengan yang lain akan
berkompetisi dalam bisnis yang sama. Seringkali, hal ini membuat pelanggan menjadi
bingung (karena diperebutkan oleh profit center-profit center) dan menjadi
kelemahan Grup secara keseluruhan.
Secara
teori, salah satu peran Managing Director Divisi adalah mengarbitrase
persaingan antar pusat laba, dan memutuskan batas-batas wilayah masing-masing
unit laba. Masalah klasiknya adalah prospek atau pelanggan yang beroperasi di
suatu wilayah, tetapi memiliki unit-unit di wilayah lain yang menjadi ‘wilayah
kekuasaan’ dari pusat-pusat laba yang berbeda-beda dari Grup.
Dampak
negatif kedua adalah tumbuhnya sikap ‘kerajaan saya’ yang menjadikan sumber
daya pada pusat laba bersifat eksklusif, tidak boleh digunakan oleh pusat laba
atau bagian lain. Masalah muncul ketika suatu unit laba kapasitasnya sedang
‘berlebih’, sementara pusat laba lain sedang ‘kekurangan’. Memang ini merupakan
bagian dari siklus bisnis, tetapi sangat mengganggu kinerja bisnis Grup secara
keseluruhan apabila antar pusat laba tidak dapat berbagi sumber daya. Kondisi
ini diatasi dengan model pembebanan antar unit.
Semua
isu ini menjadi bagian dari bahan budaya perusahaan dan konsep yang
mendasarinya membentuk bagian yang penting proses induksi bagi karyawan baru.
Etos untuk fokus pada pencapaian laba perusahaan ini merupakan unsur integral
dalam struktur organisasi yang tercermin dan didukung oleh etos fokus laba.
Masalah
utamanya adalah komunikasi strategi sebagai falsafah operasional. Hal ini
dipecahkan melalui kombinasi struktur, proses dan pengembangan diri. Cara
bagaimana menangani masalah tersebut dijelaskan di bawah ini.
Solusi
Strategi
yang diambil perusahaan adalah merekrut karyawan lulusan pendidikan S1 untuk
memberi tenaga baru dengan kapasitas intelektual yang diinginkan.
Tahun
pertama bagi karyawan baru adalah mengikuti kombinasi pelatihan teknis dengan mendapatkan
pengalaman di lapangan di profit center. Pada awal tahun,
masing-masing profit center mengidentifikasi lulusan S1 yang
dibutuhkan, dengan menanggung biaya perekrutan dan pelatihan.
Program
perekrutan karyawan baru dikelola oleh Departemen SDM Grup, yang juga memonitor
perkembangan karyawan yang direkrut sejak awal tahun. Salah satu sasaran dari
proses ini adalah mengidentifikasi pola dan tren yang akan membantu memastikan
proses seleksi awal dapat mengidentifikasi karakteristik karyawan yang baru
direkrut yang membuat kemajuan terbaik dari segi pengembangan karier.
Bagi
mereka yang sudah berada dalam perusahaan yang telah lolos program pelatihan,
proses pengembangan karier membawa mereka melewati serangkaian peningkatan
level tanggung jawab untuk mencapai hasil tertentu.
Inilah
strategi manajemen talenta instrinsik yang diperkuat dengan budaya perusahaan.
Ketika
seorang karyawan berhasil menunjukkan kemampuan untuk menjalankan suatu level
tanggung jawab tertentu – misalnya sebagai pemimpin tim atau manajemen proyek –
mereka berhak untuk menerima peran dengan lingkup tanggung jawab yang lebih
besar dan lebih luas.
Mereka
menjadi sangat akrab dengan perencanaan keuangan dan pemodelan laba karena
mereka juga menjadi bagian dari proses perencanaan anggaran tahunan.
Pada
tahap tertentu dalam karier mereka maju ke hadapan panel promosi. Salah satu
sasaran panel ini adalah untuk memastikan bahwa karyawan berkinerja tinggi di
divisi-divisi tidak akan terlewat untuk mendapat kesempatan memegang peran
eksekutif pada bagian lain yang perlu diisi.
Hasil
dan manfaat
Dengan
pendekatan dan struktur seperti ini perusahaan dapat menghasilkan pertumbuhan
dan laba yang stabil dalam periode waktu yang lama.
Budaya dan etos berarti bahwa
perusahaan mampu membuat penyesuaian yang cepat pada kondisi pasar dan selalu
memiliki tim eksekutif muda yang mampu menggali peluang-peluang baru.
Perusahaan
memiliki kekuatan manajemen yang kokoh dan dapat dengan cepat mengidentifikasi
bintang-bintang yang baru muncul yang dapat mengelola tantangan baru. Kualitas
dan kekuatan pendekatan yang mendasarinya tercermin dalam pendekatan yang
diadopsi oleh mereka yang pergi untuk memimpin perusahaan lain. Di perusahaan
lain, ternyata mereka menerapkan konsep yang sama.
Budaya
tersebut juga menciptakan loyalitas pada perusahaan yang kuat. Hal ini terbukti
dari banyak eksekutif yang menggabungkan kariernya ke luar perusahaan, tetapi
akhirnya kembali lagi dengan keahlian baru.
Program
penguatan
Pada
awal penyerapan budaya perusahaan, para karyawan baru melalui proses osmosis –
melihat dan meniru. Ketika perusahaan berkembang, mulai disadari bahwa proses
ini memerlukan dokumentasi dan pelatihan formal. Pesatnya perkembangan
perusahaan, menuntut perekrutan karyawan besar-besaran yang mengharuskan formalitas
dokumentasi dan pelatihan.
Panel
promosi ditetapkan melalui proses formal untuk menominasikan kandidat yang akan
dipromosikan. Salinan hasil evaluasi kinerja terbaru didukung dengan aplikasi
ini. Pada level senior, kursus pelatihan tertentu diidentifikasi yang memberi
pendidikan dalam perencanaan korporat, manajemen program dan berbagai
keterampilan lunak (soft skill).
Meskipun
perusahaan tidak secara formal menyeponsori karyawannya mengambil kursus MBA,
perusahaan melakukan perekrutan manajer senior dengan kualifikasi lulusan
program MBA dan menyerap keahlian mereka ke dalam budaya.
Meskipun
perusahaan belum memutuskan untuk mengembangkan strategi manajemen talenta,
struktur yang diadopsi dan budaya perusahaan yang memayunginya, berkontribusi
pada pengembangan falsafah talenta dalam strategi formal.
Komentar
Posting Komentar